Beranda
Tentang Pengadilan
Pengantar dari Ketua Pengadilan
Visi dan Misi Pengadilan
Tugas Pokok dan Fungsi
Profile Pengadilan
Sejarah Pengadilan
Arti Lambang
Struktur Organisasi
Profile Hakim dan Pegawai
Profil Hakim
Ketua
Wakil Ketua
Hakim
Kepaniteraan
Panitera
Kepaniteraan Pidana
Kepaniteraan Perdata
Kepaniteraan Hukum
Panitera Pengganti
Jurusita
Jurusita Pengganti
Kesekretariatan
Sekretaris
Bagian Perencanaan, IT, dan Pelaporan
Bagian Kepegawaian, Organisasi Dan Tata Laksana
Bagian Umum dan Keuangan
Sarana dan Prasarana
Statistik Pengadilan
Wilayah Yuridiksi
Peta Lokasi
SK Ketua Pengadilan Negeri Purwodadi
2018
2019
Kepaniteraan
Kepaniteraan Pidana
Uraian Tugas
Proses Persidangan
Proses Pidana Acara Biasa
Proses Acara Pidana Singkat
Proses Acara Pidana Cepat
Proses Acara Pidana Lalu Lintas
Banding
Pendaftaran Banding Pidana
Upaya Hukum Banding Pidana
Kasasi
Pendaftaran Kasasi Pidana
Upaya Hukum Kasasi Pidana
Upaya Hukum PK
Upaya Hukum Grasi
Diversi
Kepaniteraan Perdata
Uraian Tugas
Permohonan
Alur Perkara Permohonan
Pendaftaran Permohonan
Gugatan
Alur Perkara Gugatan
Pendaftaran Gugatan
Gugatan Sederhana
Mekanisme Gugatan Sederhana
Buku Saku
Formulir L.1 Gugatan Sederhana
Banding
Pendaftaran Banding Perdata
Upaya Hukum Banding Perdata
Kasasi
Pendaftaran Kasasi Perdata
Upaya Hukum Kasasi Perdata
Upaya Hukum PK
Eksekusi
Proses Acara Eksekusi
Kepaniteraan Hukum
Uraian Tugas
Surat Kuasa Insidentil
Surat Kuasa Khusus
Eraterang
Sistem Pengelolaan Pengadilan
E-Learning
Yurisprudensi
Program kerja
Kode Etik Hakim
Kode Panitera dan Jurusita
Perjanjian Kinerja
Survey Kepuasan Masyarakat
Layanan Publik
Standart Operasional Prosedur
SOP Kepaniteraan Pidana
SOP Kepaniteraan Perdata
SOP Kepaniteraan Hukum
SOP Sub Bagian Umum dan Keuangan
SOP Sub Bagian Kepegawaian dan Ortala
SOP Sub Bagian PTIP
Prosedur Peringatan Dini & Keadaan Darurat
Standar Pelayanan
Jam Kerja
Jadwal Sidang
Tata Tertib di Pengadilan
Pelayanan Informasi
Daftar Informasi Publik
Prosedur Mendapatkan Informasi
Prosedur Mengajukan Keberatan
Informasi Perkara dan Persidangan
Sistem Informasi Penulusuran Perkara (SIPP)
Direktori Putusan
Delegasi Panggilan
e-Court
Pengaduan
Syarat dan Tata Cara Pengaduan
SIWAS Mahkamah Agung RI
Laporan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP)
SAKIP Tahun 2018
Indikator Kinerja Utama (IKU) 2018
Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2018
Penetapan Kinerja Tahunan (PKT) Tahun 2019
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2018
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2019
SAKIP Tahun 2017
IKU Tahun 2017
RENSTRA Tahun 2017
PKT Tahun 2018
LKJIP Tahun 2017
RKT Tahun 2018
Keuangan
DIPA
POK Tahun 2019
Realisasi Anggaran
Laporan Keuangan
Laporan Tahunan
Daftar Aset dan Inventaris
LHKPN
Arsip LHKPN
Pengumuman
Lelang Barang dan Jasa
Penerimaan Pegawai
Biaya Pembuatan Surat Keterangan
Layanan Hukum
Layanan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu
Prosedur
Pos Bantuan Hukum
Peraturan dan kebijakan
Pengawasan Layanan Hukum
Peraturan
Panjar Biaya
Biaya Panggilan
Prosedur Sidang TIlang
Berita
Berita Terkini
Pengumuman Terbaru
Arsip Denda Tilang
Galeri Foto
Aplikasi SIGAP
Permohonan
Form Pendaftaran permohonan Online
Pendaftaran Permohonan Via E-mail
Upload Bukti Transfer Pembayaran Permohonan Online
Panjar Biaya Perkara Perdata
Petunjuk Pengisian form permohonan
Biaya Panggilan
Gugatan Sederhana
Form Pendaftaran Gugatan Sederhana Online
Dasar Hukum Gugatan sederhana
Kuesioner Indeks Kepuasan Masyarakat
Hubungi Kami
Alamat Pengadilan
Kontak Delegasi
Proses Acara Eksekusi
PROSES
ACARA EKSEKUSI
08
Dec
214
Details :
Uncategorised
Written by
Deny admin
Proses Acara Perkara Perdata Eksekusi
EKSEKUSI GROSSE AKTA
Menurut pasal 1224 HIR/pasal 258 R.Bg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik.
Yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur.
Oleh karena salinan pertama dari akta pengakuan hutang yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini sengaja diberi kepala/irah-irah yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala/irah-irah.
Aslinya, yang disebut minit, yang akan disimpan oleh Notaris dalam arsip, juga tidak memakai kepala/irah-irah.
Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", oleh Notaris diserahkan kepada kreditur, untuk, apabila dikemudian hari diperlukan, langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Orang yang mengaku berhutang, yaitu debitur, diberi juga salinan dari akta pengakuan hutang itu, tetapi salinan yang diserahkan kepada debitur tidak memakai kepala "Demi Keadilan Berda sarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Grosse Akta Pengakuan Hutang dapat digunakan khusus untuk kredit Bank berupa Fixed Loan. Jadi untuk Fixed Loan, Notaris dapat membuat akta pengakuan hutang dan melalui grossenya yang berirah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, yaitu bank. Bank dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Eksekusi berdasarkan Grosse akta pengakuan hutang mengenai Fixed Loan ini, hanya bisa dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah hutangnya itu.
Apabila debitur membantah jumlah hutang tersebut, dan besarnya hutang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan dan kreditur, yaitu bank harus mengajukan tagihannya melalui suatu gugatan. Dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, putusan dapat dijatuhkan dengan serta merta.
Menurut pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang, (
geldschieters ordonantie, S.1938-523
), Notaris dilarang untuk membuat akta pengakuan hutang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjanjian hutang-piutang dengan seorang pelepas uang. Pasal 224 HIR, pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini.
Yang dimaksud dengan grosse akta pengakuan hutang yang diatur dalam pasal 224 HIR, pasal 258 RBG, sebenarnya adalah sebuah akta yang dibuat oleh notaris antara orang biasa/Badan Hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan. Bisa ditambahkan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan.
Jadi yang dimaksud jumlahnya sudah pasti dalam akta pengakuan hutang itu, bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan lain, apalagi yang berbentuk perjanjian.
Dalam praktek banyak terjadi penyalahgunaan Perjanjian kredit bank rekening koran dengan plafond kredit, perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali, yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang, sudah tentu tidak bisa dieksekusi langsung.
Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, dalam hal debitur melakukan ingkar janji, dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Ketua Pengadilan akan segera memerintahkan Jurusita untuk memanggil debitur untuk ditegur.
Eksekusi selanjutnya akan dilaksanakan seperti eksekusi atas putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
EKSEKUSI JAMINAN HIPOTIK
Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 menyatakan:
Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala Kantor Pendaf taran Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan diberikan kepada kreditur yang berhak.
Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi sebagai grosse akta hipotik dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan tentang credietverband (S. 1908-542).